ERDIKHA MORNING IDEA 29 SEPTEMBER 2022
View PDF
29 Sep 2022

MARKET REVIEW & IHSG OUTLOOK

Indeks pada perdagangan kemarin ditutup melemah ke level 7077.Indeks dibebani oleh sektor Basic Materials (-1.882%), Consumer Cyclicals (-0.915%), Energy (-1.729%), Financials (-0.478%), Healthcare (-0.122%), Industrials (-1.768%), Infrastructures (-0.98%), Consumer NonCyclical (-0.031%), Properties & Real Estate (-0.995%), Technology (-0.895%), Transportation & Logistic (-1.773%). Indeks pada hari ini diperkirakan akan bergerak pada range level support 7030 dan level resistance 7130.

Pasar saham AS ditutup menghijau pada perdagangan Rabu (29/9/2022) waktu New York, saham rebound dari posisis terendahnya tahun ini karena investor waswas akan resesi pasca ramalan suku bunga yang lebih agresif. Tiga indeks utama Wall Street kompak menghijau, Dow Jones Industrial Average ditutup naik 548,75 poin, atau 1,88%. Sedangkan S&P 500 dan naik 1,97%, sementara Nasdaq menguat 222,14 poin, atau 2,05%. Dow Jones Industrial Average bangkit kembali dari level terendahnya pada 2022 karena Bank of England (BoE) mengatakan akan membeli obligasi untuk menstabilkan pasar keuangannya, pembalikan yang menakjubkan dalam kebijakan pengetatan moneter yang diterapkan tahun ini oleh sebagian besar bank sentral untuk menahan inflasi.

Mendekati akhir kuartal III-2022 pola pergerakan IHSG masih terlihat cenderung tertekan karena pasar masih diselimuti oleh kekhawatiran yang sama, yakni inflasi dan suku bunga tinggi hingga kekhawatiran resesi. Pergerakan market global maupun regional terlihat masih membayangi pergerakan IHSG saat ini. Selain itu minimnya sentimen yang dapat mendorong kenaikan IHSG dikarenakan masih terjadinya perlambatan ekonomi juga turut membayangi pola gerak IHSG hingga beberapa waktu mendatang. Sudah banyak ekonom yang meramalkan dunia akan memasuki resesi tahun depan. Tak bisa dipungkiri, ini membuat pasar ketar-ketir. Inflasi masih menjadi momok mengerikan hampir di seluruh negara di dunia. Situasi ini yang bahkan diperkirakan bakal menyeret dunia ke jurang resesi tahun depan. Inflasi negara berkembang saat ini rata-rata sudah di atas 10%. Sedang inflasi negara maju sudah melebihi 8%. Padahal, inflasi di kawasan ini sebelumnya masih sekitar 0%. Fokus utama pelaku pasar saat ini melihat pergerakan mata uang berbagai negara. Dengan semakin perkasanya sang greenback kembali memakan 'korban' yang membuat pasar keuangan global 'berdarah-darah'.

Banyak ekonom yang telah memperkirakan bahwa dunia akan terjun bersama-sama ke jurang resesi pada 2023. Resesi ini tentunya dipicu oleh inflasi yang meninggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya Eropa dan AS. Inflasi tinggi memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas. Sejalan dengan analisis Wells Fargo yang juga memperkirakan kenaikan suku bunga yang lebih curam oleh The Fed karena ketahanan ekonomi AS dan tekad bank sentral yang meningkat untuk menekan inflasi, kata ekonom bank Wall Street dalam sebuah catatan pada hari Selasa (27/9/2022). Sebelumnya, Wells Fargo memperkirakan kenaikan 100 basis poin antara sekarang dan awal tahun depan, tetapi sekarang mengharapkan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) untuk menaikkan suku sekitar 175 bps. The Fed telah secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 300 basis poin sepanjang tahun ini dan melihat siklus kenaikan suku bunganya berakhir pada 2023 pada 4,50%-4,75% karena berjuang untuk memadamkan serangan inflasi tertinggi sejak 1980-an. Analis memperkirakan kisaran target akan mencapai 4,75%-5,00% pada kuartal pertama 2023, termasuk kenaikan 75 bps pada pertemuan 2 November dan kenaikan 50 bps pada pertemuan kebijakan 14 Desember.

Sementara itu, investor juga patut memperhatikan perkembangan perang saat ini. Perang yang kembali memanas dapat pergerakan harga komoditas kembali liar yang mana perubahan harga tersebut sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global. Sejumlah komoditas yang harganya dapat terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk minyak mentah, gas alam dan batu bara, serta minyak nabati hingga gandum.

Dari dalam negeri, investor tengah mencermati proyeksi ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 diperkirakan bisa mencapai 5,6-6%. Capaian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan posisi dua kuartal sebelumnya. Pendorong ekonomi Indonesia mampu melesat salah satunya adalah ekspor. Nilai ekspor Indonesia pada periode itu berhasil tumbuh 30,15% secara year on year (yoy) mencapai US$ 27,91 miliar. Neraca perdagangan pada Agustus surplus US$ 5,76 miliar. Di sisi lain, Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan inflasi telah memicu kenaikan suku bunga global. Kondisi ini akan menimbulkan depresiasi mata uang dan kaburnya modal asing di beberapa negara Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia.

Peringatan ini mulai tampak di dalam negeri. Bank Indonesia (BI) mencatat dana asing terus keluar dari dalam negeri (outflow) sepanjang tahun 2022. Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 22 September 2022 dana asing yang kabur mencapai Rp 148,11 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Sementara pada rentang waktu 19-22 September, dana asing yang kabur sebanyak Rp 3,80 triliun di pasar SBN. Ini dipicu oleh kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang menciptakan gejolak pasar keuangan global. Aliran modal bergerak keluar alias outflow dari negara berkembang, termasuk dari Indonesia. (source : CNBC Indonesia